Review Pemberontakan Petani Banten tahun 1888

Nama                    : Muhammad Nur Faizin
NIM.                    : 21613025
Jurusan                : Sejarah dan Kebudayaan Islam
Semester            : VII
Tugas                    : Review Buku Sejarah/Skripsi Sejarah
 Hasil gambar untuk pemberontakan petani banten 1888
Makul                   : Seminar Sejarah
Dosen                   : Rina Andriani Hidayat, MA.

Dalam tugas review kali ini penulis mengambil buku “Pemberontakan Petani Banten tahun 1888” karya Prof. Dr. Sartono Kartodirjo.
Buku Pemberontakan Petani Banten tahun 1888 ini merupakan salah satu  master piece yang di buat oleh seorang intelektual asli dari bangsa Indonesia yang namanya sudah mendunia, yaitu Prof. Dr. Sartono Kartodirjo.  Buku ini sangat layak di gunakan sebagai acuan atau referensi mahasiswa sejarah karena kredibilitas sumber yang di gunakan. Sumber kebanyakan berasal dari sumber primer meliputi traskrip rapat, dan segala bentuk pembukuan kelompok, bahkan sampai daftar anggota yang tewas pun ada. Selain itu dalam penelitian ini sartono juga berkolaborasi dengan para intelektual dunia, seperti Prof. G.F Pijper, Prof. Drewes dan beberapa temannya di  Universitas Amsterdam Belanda. Jadi sekali lagi buku ini patut di jadikan sebagai referensi karena kekayaan kajian pustakannya.  
Kolonialisme berkepanjangan yang menimpa bangsa Indonesia sangat jelas memberi dampak  signifikan terhadap kehidupan bangsa.  Sartono mengaatakan bahwa abad XIX meruapakan suatu periode dimana pergolakan menyertai perubahan sosial muncul pesat akibat dari pengaruh barat yang semakin kuat. Rakyat tidak senang terhadap modernisasi yang di lakukan barat terhadap kebudayaannya dan Banten adalah satu wilayah yang paling sering rusuh dalam menyikapi hal ini. Dalam buku  “Pemberontakan Petani Banten tahun 1888´ Sartono tidak hanya menjelaskan apa yang sedang terjadi dan kapan terjadi, namun juga bagaimana dan sebab peristiwa itu terjadi.
1.       Perumusan Permasalahan
Dalam buku ini sartono Kartodirjo mencoba memberikan penjelasan dari pemberontakan para petani di  Banten tahun 1888. Sartono membuat spesifikasi penelitian yang meliputi yang pertama adalah pra pemberontakan mencakup aspek Sosio-Ekonomi petani pada masa tersebut, perkembangan politik, keresahan sosial  yang muncul, konstruksi  agama di masyarakat (hal-hal yang mendasari pemberontakan terjadi). Kedua, adalah post pemberontakan meliputi aspek keberlangsungan pemberontakan sampai pada penumpasan pemberontakan tersebut. Yang ketiga adalah pasca pemberontakan  yaitu lebih pada dampak yang di timbulkan dari adanya pemberontakan tersebut.

2.       Pendekatan
Dalam penelitian ini sartono menggunakan pendekatan Historis karena peristiwa telah terjadi pada masa jauh sebelum sartono lahir. Sartono mengumpulkan banyak catatan sejarah yang memuat tentang peristiwa Pemberontakan petani Banten tahun 1888  untuk dapat membuat konstruksi pikir atau intepretasi terhadap peristiwa tersebut. Sartono mencoba mengungkap turning point moment atau semacam pengalaman yang terjadi hingga mempengaruhi hidup seseorang (petani banten tahun 1888). Namun Sartono juga menambahkan bahwa tidak cukup jika hanya menggunakan pendekatan Historis mengingat saking kompleknya permaslahan ini. Harus menggunkan pendekatan semisal sosiologis ataupun antropologisosial, karena akan mampu member daya penjelas yang lebih besar.

3.       Review Buku
Pemberontakan yang  terjadi di Banten merupakan bentuk protes terhadap kolonialisasi barat.  Diantaranya  adalah karena adanya perombakan aturan agraria, dimanan  rakyat harus mulai membayar pajak perkepala sebagai  ganti kerja bakti, hal ini tidak semakin baik malah  menjadi semakin memburuk. Wajib pajak adalah mereka yang terkena kewajiban kerja bakti yaitu laki-laki usia 15-50 tahun. Hal ini membuat kepala rumah tangga menanggung bebean yang lebih berat karena disamping itu harus  menghidupi keluarganya.
Selain pajak adalah adanya aturan tentang sewa tanah. Menurut sistem komunal dalam sewa tanah pembayaran harus dilakukan berdasarkan luas lahan garapan dan produktivitasnya. Yang  jadi permasalahan selanjutnya adalah  adanya pengwasan ketat dari para pamong desa, namun mereka tidak memiliki data pasti terhadap luas lahan garapan petani sehingga terjadilah manipulsi. Rakyat dibuat seolah memiliki lahan dan produktivitas tiggi sehingga harus banyar pajak mahal, sedang elit pedesaan membayar sedikit saja.
Adanya soal peraturan penetapan pajak perdagangan atas perahu yang berdasarkan  tonase / muatan ton. Setiap tonase adalah 10 gulden. Nilai adalah besar sehingga  akan sangat berdampak pada stabilitas perdangangan. Selain itu juga sering terjadi kesalahan-kesalahan dalam pengukuran atau penimbangan yang kadankala melebihi tonase  yang sebenarnya .  selain itu ada juga pajak perdagangan di pasar. Setiap penjual di  pasar entah itu setiap hari berjualan atau jarang tetap  harus membayar pajak satu gulden, jika melawan akan di kurung atau di denda 15 gulden. Hingga pernah terjadi ketika ada inspeksi mendadak (sidak) di  pasar, penghuni pasar  berlarian panik, takut akan di hukum karena  belum atau tidak membayar pajak.
Dalam kondisi terpuruk rakyat banten masih memiliki semacam semangat atau pengharapan untuk bangkit yaitu  melalui agama. Keresahan sosial yang muncul membuat rakyat  semakin terpacu untuk membuat gerakan perlawanan terhadap colonial dan agama adalah satu sistem yang sangat strategis yang di gunakan rakyat untuk membangun kekuatan. Masa koloni belanda cukup memberikan ruang  gerakan keagamaan sehingga rakyat dapat menggunakannya sebagai kamuflase. Dalam bangunan keagamaan yang mulai muncul juga semakin memompa semangat rakyat banten yang Islam. Karena aspek eskatologis yang dimiliki agama, keyakinan bahwa perjuangan adalah jihad di jalan Allah. Seruan jihad dimulai melalui khutbah dan dengan mengadakan perkumpulan zikir.
Setelah memiliki banyak masa dan kekuatan yang solid akhirnya meletuslah pemberontakan. Pemberontakan pertama kali di pimpin oleh Haji wasid pada hari senin 9 Juli 1888. Gerombolan menyerang rumah-rumah antek colonial, mereka juga menyasar penjara tempat dimana kawan-kawan mereka di hukum dan membebaskannya. Pemberontak menghabisi para pejabat baik pribumi maupun dari colonial karena kemarahan yang teramat sangat.
Namun pemberontakan oleh para petani ini tidak berlangsung lama. Pemberontakan ini berhasil di tumpas oleh pejabat pemerintahan dan militer. Seluruh sisa anggota pemberontak dan pimpinan tersisa di habisi pada 30 juli 1888. Dalam laporan colonial menyatakakn bahwa pemberontakan ini diasarkan pada fanatisme agama namun pada sesi terakhir laporan Van Vlueten mengemukakan adanya sebab tekanan yang dari pajak yang di harus dibayarkan oleh rakyat.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Prakerin Peksos

INSTRUMEN WAWANCARA (ASESSMENT)