BELUM USAI

Bilik Satu
oleh ; faizhikigaya

EDELWIS

Aku masih membungkam dan membuta saat angin sore itu mulai membalut  tubuhku, tubuh ringkih yang sama seperti delapan tahun lalu,tubuh yang sama pula seperti saat tentara-tentara  menurunkan panser di jalanan kota, saat spanduk dan yel-yel dilawan dengan pentungan serta peluru dan tubuh yang sama yang memangku  Ra sahabatku saat terkapar akibat hantaman gagang senjata  yang sengaja disasarkan pada pelipis kanannya, darah yang mengalir tak kunjung berhenti. Ra mengalami pendarahan serius. Ra yang malang, mahasiswa semester tiga belas yang tak kunjung wisuda ini akhirnya harus menutup catatan pergerakan aktivisnyauntuk selamanya . Yah,  Raisya Agni Olivia meninggal tepat di pangkuanku.
Sore ini aku menyambangi makam Ra. Foto mahasiswa berjas kuning yang hobi berkebun itu masih setia menghiasi nisannya. “Ini edelwis untuk mu Ra” kataku sembari meletakkan bunga simbol keteguhan itu di atas makamnya. Terlalu sulit untuk melupakan Ra si matasipit atau Ra sisukabakpao. Hmm, nama uniknya di Facebook dan Twiter itu kini kujadikan nama untuk kedua kelinci peliharaanku. Kuharap Ra di surga sana tak akan marah, atau jika dia marah dia pasti datang langsung menemuiku dan memarahiku, tapi ternyata  tak semalampun selama delapan tahun kepergiannya dia datang, meski dalam keadaan tak sadarku. Mimpi.  
Senja mulai meringkus warna biru langit dan suara si owly tua itu seperti alarm bagiku untuk segera meninggalkan makam Ra. Owly, itu nama yang kuberikan pada burung hantu yang bersarang di pohon dekat gerbang pemakaman. Kami sudah berteman sejak setahun lalu. Tiap tiga hari sekali aku membawakannya daging sapi segar untuknya dan owly menyukainya. Terkadang malah aku ke makam hanya untuk memberinya daging. Yah, setidaknya owly tidak harus bersusah payah berburu tikus atau tupai, karena ku tahu sebulan lalu telur-telurnya berubah menjadi owly-owly baru.
Rumah. “Kak ! Selasa depan datang ke acara pelepasan angkatan SMA  ku ya !” Pinta Aufa adik ke dua ku. “Nanti ada hal spesial yang akan Aufa persembahkan pada kakak pokoknya, kalau gak datang nyesel lho...!hehehe”. Aku terkekeh dengan ucapan Aufa. Tidak biasanya dia meminta dengan membuat penasaran seperti ini. Biasanya dia tidak begitu peduli dengan kehadiran anggota keluarga saat acara-acara di sekolah. Aku masih ingat ketika Aufa kelas XI. Saat diadakan silaturahim antar wali siswa sekaligus pameran Seni Karya di sekolahnya. Dia meminta dengan mengatakan “Senin depan ada acara di sekolahku, kakak boleh datang gak juga gak papa”. Akhirnya aku tidak datang, karena harus ke Semarang, urusan kerja. Seperti itu pinta Aufa ketika ada acara-acara di sekolah. Terhitung cuma tiga kali selama tiga tahun aku menghadiri acara undangan dari sekolahnya. Pertama saat malam penyambutan siswa baru. Kedua, saat Night Art, semacam pementasan tari-tarian dan teatrikal. Ketiga, saat jelang Ujian Nasional, dimana wali siswa diberi tahu sistem UN sekarang. Tentang standar nilai, cara penilaian dan sebagainya agar para orang tua mau untuk ikut aktif mendorong putra-putrinya untuk belajar lebih giat mengingat standar UN yang semakin sulit. Selasa depan. Aku mengingat-ingat apakah ada agenda kantor pada hari itu. Belum sempat aku selesai mengingat suara klakson mobil nyaring terdengar di teras depan. “Tin.. tin tin” bunyi klakson mobil carry tua itu sudah sangat ku hapal. Itu pasti si busuk Markus. Berisik saja. Baiklah, kini aku punya alasan untuk memakinya.
“Gilelundro..!,ini kawasan hening damai sejahtera tau” timpalku sejenak setelah klakson tadi berhenti. Lantang suaraku menyeruak di ruang tengah menyusuri dinding-dinding bercat hijau lalu menjalar keluar rumah mencari pintu masuk mobil carry dan memekak telinga orang yang ada di dalamnya, Markus, mampus. Namun, seperti biasasi Markus hanya tertawa ringan, seolah itu adalah hal kecil dalam kehidupan. Markus, seorang laki-laki yang selalu menolak tatanan system dan norma masyarakat yang ada, dia memilki tatanan sendiri dalam hidupnya. Kurasa dia terlalu jauh mengartikan kata bebas merdeka sehingga akhirnya seperti ini, namun mau sperti apapun tatanan hidup yang dia miliki, dia tetaplah kawan baik ku. Yah, setidaknya untuk saat ini. Bahkan aku belum memikirkan kandidat lain. Pernah sekali mencoba, tapi.
To be continue …

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Prakerin Peksos

Review Pemberontakan Petani Banten tahun 1888

INSTRUMEN WAWANCARA (ASESSMENT)