resensi film



Judul              : The Philosophers
Sutradara       : John Huddles
Produser        : George Zakk, Cybill Lui, John Huddles     
Skenario         : John Huddles 
Pemeran   : JamesD'Arcy, Sophie Lowe, Daryl Sabara, Freddie Stroma,Rhys Wakefield, Bonnie Wright, Natasha Gott, Chanelle Bianca Ho, Cinta Laura Kiehl, Toby Sebastian, Melissa Le-Vu, Taser Hassan, Darius Homayoun, George Blagden, Maia Mitchell, Hope Olaide Wilson, Abhi Sinha, Philippa Coulthard, Erin Moriarty, Katie Findla, Chanelle Bianca Ho
                           Sinematografi            : John Radel
Penyunting                                            : William Yeh
Tanggal rilis               : 07 Juli 2013 di Neuchâtel International Fantastic Film Festival ,          7 Februari 2014 di Amerika Serikat, 14 Juni 2014 di Indonesia
Durasi                         : 107 menit
Studio                         : Branch Productions dan  SCTV

Sebelum memulai membaca inti resensi, kita terlebih dahulu harus tahu tujuan dari filsafat itu sendiri. Philosophers/Filsuf dengan ilmu filsafatnya mengajarkan kepada kita tentang kesadaran, kemauan, dan kemampuan manusia sesuai dengan kemampuannya sebagai individu dan kelompok (Filsafat Umum. Asmoro Ahmadi). Oleh karena ini adalah filsafat versi barat maka jangan salah jika dalam pemikiran-pemikiran tokoh yang ada dalam film ini agak berseberangan dengan versi pembaca. Lantas apa gunanya mempelajari itu semua? Kita akan tahu setelah benar-benar memahami esensi filsafat. Dan di film The Philosophers ini adalah salah satu cara memahaminya.   
The Philosophers berkisah tentang sejumlah siswa kelas internasional di Jakarta dan guru filsafat mereka Mr. Zimit (James D’arcy). Pada sesi terakhir di kelas filsafat  Mr. Zimit  mengajak murid-muridnya untuk melakukan percobaan pikiran untuk mengetahui setinggi apa logika yang dimiliki oleh murid-muridnya, selain itu Mr. Zimit  juga menawarkan nilai A+ yang sangat langka bagi siswa dengan logika terbaik dan mengancam tidak akan diluluskan apabila menolak ikut serta dalam sesi pertemuan terakhir di kelasnya ini.
Setelah kesepakatan didapat, Mr. Zimit mulai menjelaskan aturannya, pertama  yang dilakukan oleh Mr. Zimit adalah dengan membuat studi kasus tentang mereka yang sedang berdarmawisata di Candi Prambanan Yogyakarta, pada saat yang sama telah terjadi perang nuklir yang akan memusnahkan populasi dan peradaban manusia di muka bumi, sedang pada saat itu tidak ada tempat berlindung satupun kecuali di dalam bunker. Akan tetapi fasilitas, termasuk persediaan oksigen dalam bunker yang ada hanya bisa untukmemenuhi kebutuhan sepuluh orang saja selama satu tahun, setidaknya itu adalah jangka waktu yang cukup aman untuk yakin perang dan radiasi nuklir telah mereda atau bahkan hilang sehingga mereka bisa memulai peradaban baru umat manusia. Permasalahan menjadi lebih rumit karena apabila masih dipaksakan untuk memasukkan orang kesebelas maka akan berakibat pada Hipoksia (kekurangan oksigen dalam otak)  hingga ahirnya semuanya mati. Padahal mereka berjumlah dua puluh satu orang, maka dari itu mau tidak mau mereka harus memilih menyingkirkan sebelas orang yang lainnya dengan menggunakan logika mereka. Sebelumnya Mr. Zimit menyuruh mereka untuk mengambil kertas secara acak di dalam kotak yang berisi bermacam-macam keahlian, mulai dari  keahlian yang paling penting dalam membangun peradaban seperti: Insinyur, Tukang Kayu, Petani dan keahlian yang paling tidak penting seperti: Agen Real Estate, Perancang busana, sampai pelelang minuman anggur. Setelah masing-masing dari mereka mendapatkankan keahliannya, mereka mempresentasikannya dihadapan Mr. Zimit dan teman-temannya untuk dinilai secara logis apakah keahliannya tersebut benar-benar dibutuhkan pasca hancurnya peradaban manusia dan bisa digunakan untuk membangun peradaban baru ataukah tidak. Jika dinilai tidak logis maka mereka harus siap tinggal diluar bunker dan mati pada saat udara beradiasi datang menghentikan gerak organ dan membakar kulit mereka. 
Mengesampingkan aturan-aturan agama, rasionalisasi mulai dilakukan. Mereka mulai menjelaskan peranan mereka berdasarkan keahlian yang dimiliki. Ada yang tak perlu menjelaskan apa-apa tapi langsung diterima dalam bunker karena keahlian yang sangat penting,  ada yang harus melewati perdebatan sengit sebelum bias diterima, ada yang pasrah dan ada yang memilih untuk diluar bunker. Setelah mereka selesai memutuskan sepuluh orang yang akan masuk, maka dimulailah kehidupan di dalam bunker selama satu tahun, mereka mulai berfikir tentang hal-hal yang perlu dilakukan pertama kali pasca musnahnya  peradaban manusia. Membangun peraadaban butuh banyak orang, maka yang harus dilakukan adalah bereproduksi. Dari sini mereka mulai mulai menentukan pasangan untuk mendapatkan keturunan.  Akan tetapi tinggal di dalam bunker sekaligus tuntutan untuk memulai peradaban baru menjadikan stress dan berimplikasi pada gagalnya pembuahan ovum sehingga tidak terjadi kehamilan. Dengan alasan untuk membangun peradaban baru maka segala hal harus dilakukan untuk mendapatkan keturunan termasuk berganti-ganti pasangan. Akan tetapi ide ini ditentang oleh salah seorang  diantarnya. Dia menganggap  Mr. Zimit terlalu mengandalkan logika tanpa mengindahkan etika, menurutnya filsafat itu bukanlah moralitas jadi tidak mesti dipaksakan dalam dunia nyata.
Diakhir cerita, Petra (Sophie Lowe) meminta ijin untuk membuat rasionalisasi versi dirinya sendiri. Dia mengembalikan semua orang pada posisi semula dan menentukan siapa yang berhak untuk masuk dalam bunker yang bisa melanjutkan peradaban dunia. Dia mulai memilih, akan tetapi orang-orang yang dipilih bukanlah orang-orang dengan keahlian yang secara logika umum bias melanjutkan peradaban dunia namun Petra membuat rasionalisasi yang bias diterima oleh semuanya terkecuali Mr. Zimit.  Menurut Petra tiap orang punya pilihan termasuk pilihan atas kematiannya. Jadi bukan tidak mungkin setelah bisa selamat dari perang nuklir tersebut mereka memilih untuk menjemput kematiannya sendiri. Mati karena keinginan sendiri dan mati karena terpaksa memiliki rasa yang berbeda. Sangat luar biasa.
Film yang berdurasi selama 1 jam 47 menit ini menyajikan obyek wisata alam Indonesia sebagai setting lokasinya seperti Candi Prambanan, Gunung bromo dan Pantai di pulau Belitong yang juga pernah dijadiakn latar tempat film Laskar Pelangi (2008). Dalam film ini ada juga aktris Indonesia yaitu Cinta Laura Kiehl yang berperan sebagai Utami salah seorang siswi di kelas Mr. Zimit. The Philosophers merupakan film garapan atas kerja sama antara Surya Citra Televisi Indonesia (SCTV) dan  Branch Productions dari Amerika Serikat. Salah satu tujuan dari film ini adalah mengenalkan onyek wisata Indonesia di mata dunia. Bahwa Indonesia itu tidak hanya Bali tapi juga terdapat banyak obyek wisata yang lainnya yang juga sangat indah.
 “Apokalypsis, membuka sesuatu yang tidak pernah bisa kamu lihat sebelumnya (jalan keluar dari sebuah kegelapan)” kata Mr. Zimit yang diperankan oleh James D’arcy dalam salah satu adegan yang dimainkannya dalam film ini. Fikiran adalah pembeda antara kita dengan mahluk tuhan lainnya.
Film ini menyajikan dua dimensi latar. Pertama latar yang nyata, yaitu di dalam kelas dan yang kedua latar imajinasi yaitu di Prambanan, Bromo dan Pantai Belitong. Itu bertujaun untuk promosi wisata Indonesia.
Akan sangat sulit membayangkan film ini. Seperti yang saya katakana di awal tadi, bahwa film ini memiliki dua dimensi latar. So, agar tidak bingung, maka tidak ada ruginya jika anda menontonnya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Prakerin Peksos

Review Pemberontakan Petani Banten tahun 1888

INSTRUMEN WAWANCARA (ASESSMENT)