Laporan KKL Jakarta




TUGAS KUNJUNGAN KERJA LAPANGAN (KKL) 

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

IAIN SALATIGA

Jakarta-Bandung, July 2016



Hasil gambar untuk iain salatiga



Faizin M. Noer//Ingkan Dhika Pt// Qosim Mg//Tiara Sf









BAB I
PENDAHULUAN
KELUARNYA INDONESIA DARI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
TAHUN 1965

A.    LATAR BELAKANG
Semangat imperialisme dan kolonialisme bangsa-bangsa barat memicu terjadinya perang antar negara di dunia yang kemudian kita sebut sebagai Perang Dunia. Perang Dunia yang terjadi mengakibatkan carut marutnya kondisi internasional. Chaos terjadi di hampir setiap negara yang berperang, inflasi, kemiskinan dan berbagai masalah sosial yang lain.
Menyadari hal ini presiden Amerika Serikat Woordrow Wilson menggagas perundingan dan hasilnya di bentuklah Liga Bangsa-bangsa tahun 1919 di Jenewa, namun ternyata  Liga Bangsa-bangsa tidak mampu mencegah terjadinya perang lagi. Tahun 1913 Jepang melakukan agresi terhadap Tiongkok, italia di bawah pimpinan Fasis Benito Mussolini melakukan agresi terhadap Abisena tahun 1939 dan agresi Jerman di bawah pimpinan Nazi Adolf Hitler terhadap Austria, Cekoslovakia dan Polandia tahun 1931 kembali memicu perang besar di Eropa dan mengakibatkan meletusnya Perang Dunia II. [1]
            Pada 24 Oktober 1945 di bentuklah United Nation atau Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai upaya untuk menjaga perdamaian dunia. Indonesia baru bergabung dengan PBB tahun 1950, lima tahun setelah kemerdekaan negara Republik Indonesia sekaligus menetapkan Indonesia menjadi anggotake 60 PBB. Dengan bergabungnya indonesia dalam PBB semakin mempertegas eksistensi indonesia dalam turut menjaga perdamaian dunia.[2]
            Dalam pandangan Presiden Soekarno ternyata PBB telah banyak melakukan pelanggaran terhadap tujuan-tujuan semula PBB dibentuk, Sokarno mengatakan dalam pidatonya yang berjudul “Membangun Dunia Kembali” tahun 1960 bahwasanya PBB tidak represenetatif bahkan PBB telah telah terang-terangan membela Imperialisme. Kemarahan Soekarno ini di dasari atas kemauan PBB untuk memasukkan Malaysia kedalam Dewan Keamanan PBB. Menurut Soekarno itu akan mencemari revolusi Republik Indonesia. Indonesia sejak awal terbentuknya malaysia sudah tidak mau mengakui adanya malaysia karena malaysia adalah negara boneka inggris, apalagi malaysia akan dijadikan sebagai anggota Dewan Keamanan PBB malah semakin memicu soekarno semakin tidak puas terhadap PBB dan mengancam akan keluar dari PBB jika itu terjadi.
B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Mengapa Indonesia keluar dari keanggotan PBB?
b.      Bagaimana dampak keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB?
C.     TUJUAN PENELITIAN
a.       Untuk mengetahui alasan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB
b.      Untuk mengetahui dampak keluarnya Indonesia dari PBB


D.    RUANG LINGKUP PENELITIAN
Untuk membatasi penelitian ini, peneliti merasa perlu untuk membuat batasan dan ruang lingkup penelitian. Dibuatnya batasan dan ruang lingkup ini supaya peneliti tetap fokus dalam melakukan penelitiannya dan tidak melebar dari apa yang telah ditentukan oleh tema penelitian. Peneliti membatasi penelitian ini, secara temporal pada tahun sekitar tahun 1950-1965 karena pada tahun tersebut terejadi banyak hal yang memicu disintegrasi Indonesia dalam kancah internasional bahkan pada tahun itu Indonesia secara resmi menyatakan keluar dari keanggotaan PBB.
E.     TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini kami akan menghadirkan beberapa pustaka yang telah lebih dahulu pernah ditulis oleh seseorang dalam beberapa tulisannya, yang pertama yaitu tentang sejarah PBB yang ditulis oleh M. Hutauruk dalam bukunya Kenalilah PBB tahun 1987  lalu tentang kondisi sosial Indonesia pada masa itu kami mengambil sumber dari Koran-koran nasional lalu transkrip pidato soekarno tentang penolakannya terhadap Malaysia menjadi Dewan Keamanan PBB tahun 1964 serta situs di internet yang tentu saja memiliki kridibilitas.  
F.      KERANGKA KONSEPTUAL DAN PENDEKATAN
Dalam perkembangan metodologi sejarah, peneliti harus berusaha untuk saling mendekatkan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, maka ketika akan menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena masa lampau, peneliti menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial yang relevan dengan pokok kajian. Oleh karena itu, tulisan ini melakukan pendekatan teori konflik Ralf Dahrendorf menarik perhatian para ahli sosiologi Amerika Serikat sejak diterbitkannya buku “Class and Class Conflict in Industrial Society”, pada tahun 1959. Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Tetapi ada Segi-segi pemikiran filosofis Marx tentang teori konflik mberpusat pada usaha untuk membuka kedok sistem nilai masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai ideologi yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa. Melalui teori konflik ini digunakan untuk mengetahui adanya konflik yang terjadi pada peristiwa keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
G.    METODE  PENELITIAN
Metodologi penelitian sejarah tidak bisa lepas dari  definisi sejarah secara umum, yaitu bahwa sejarah merupakan gambaran pengalaman manusia pada masa lalu. Adapun tujuan seorang sejarawan adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang masa lampau kemudian menyajikannya. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yaitu penyelidikan yang mengklasifikasikan metode pemecahan masalah ilmiah dari perspektif historis suatu masalah.
Proses awal yang dilalui oleh sejarawan untuk menulis sejarah dengan menentukan tema sesuai dengan minat dan keyakinan peneliti. Hal ini diharapkan dapat memacu semangat peneliti untuk meneliti secara sungguh-sungguh, jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh maka akan mendapatkan hasil yang lebih baik.
Metode penelitian sejarah dalam penulisan proposal ini di bagi menjadi 4 langkah yaitu sebagai berikut:
a.      Heuristik
Tahap pertama adalah heuristik atau pengumpulan sumber. Heuristik adalah sebuah kegiatan mencari sumber-sumber atau mendapatkan data-data, atau materi sejarah, atau evidensi sejarah.[3] Sumber sejarah dapat berupa bukti yang ditinggalkan manusia yang menunjukan segala aktifitasnya di masa lampau, baik berupa peninggalan-peninggalan maupun catatan-catatan. Sumber ini dapat ditemukan di perpustakaan-perpustakaa, dari internet, dan untuk arsip dapat diperoleh di kantor-kantor atau instansi-instansi m tertentu dalam penulisan ini peneliti menggunakan sumber yang berupa buku-buku dan internet. Menurut Lucey, sebuah sumber sejarah dapat berupa suatu produk dari kegiatan-kegiatan manusia yang memuat informasi tentang kehidupan manusia, meskipun produk ini awalnya tidak dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada generasi kemudian, serta dapat juga sumber itu direncanakan untuk memberikan informasi kepada generasi selanjutnya.[4]
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni:
1.      Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan secara langsung ke lapangan untuk meneliti serta mencari data-data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data-data yang ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data-data dan informasi penelitian lapangan, yaitu:
-          Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan peneliti untuk mengamati secara langsung objek yang berkaitan dengan penelitian  dan bukti-bukti sejarah keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
-          Tradisi lisan / Wawancara
Adalah suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dengan mencermati penuturan-penuturan informasi yang sifatnya turun-temurun dan dapat memberikan keterangan terhadap masalah yang akan diteliti untuk mewujudkan fakta-fakta dalam rangka penyusunan sejarah lokal tersebut, misalnya dengan mengadakan wawancara langsung dengan orang-orang yang mengetahui tentang hal-hal yang berkenaan sejarah keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
-          Penelitian Kepustakaan
Yang dimaksud penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Dalam kajian kepustakaan ini peneliti akan mengadakan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan informasi-informasi serta data-data yang berkaitan dengan peristiwa sejarah  tersebut.
Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber kepustakaan yang akan dikaji adalah perpustakaan Daerah Boyolali Jawa Tengah, perpustakaan Nasional Republik Indonesia berada di Jakarta, perpustakaan daerah Salatiga, perpustakaan Lab. Sejarah IAIN Salatiga.
-          Kritik sumber / Verifikasi
Penulisan sejarah dikenal dua macam sumber yaitu sumber primer dan sumber skunder. sumber primer adalah kesaksian dari seseorang dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indra yang lain atau dengan alat mekanisme. Sumber kedua adalah sumber skunder, sumber skunder adalah merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi mata, yakni dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Kritik sumber merupakan verifikasi sumber yaitu pengujian kebenaran atau ketetapan dari sumber sejarah. Kritik sumber ada dua yaitu  kritik eksteren dan kritik intern untuk menguji kredibilitas sumber.
-          Kritik eksternal
Hal ini berguna untuk menetapkan keaslian atau auntentitas data, dilakukan kritik eksternal. Menurut Helius Sjamsuddin kritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Apakah fakta peninggalan atau dokumen itu merupakan yang sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat dipergunakan untuk menguji keaslian tersebut, misalnya untuk menetapkan umum dokumen melibatkan tanda tangan, tulisan tangan, kertas, cat, bentuk huruf, penggunaan bahasa, dan lain-lain.[5]
-          Kritik Internal
Setelah dilakukan suatu dokumen diuji melalui kritik eksternal, berikutnya dilakukan kritik internal. Kritik internal harua menguji motif, keberpihakan dan keterbatasan si penulis yang mungkin melebih-lebihkan sesuatu atau sebaliknya mengabaikan sesuatu.[6] Walaupun dokumen itu asli, tetapi apakah mengukapkan gambaran yang benar, Bagaimana mengenai penulis dan penciptanya, Apakah ia jujur, adil dan benar-benar memahami faktanya, dan banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul seperti diatas. Sejarawan harus benar-benar yakin bahwa datanya antentik dan akurat. Hanya jika datanya autentik dan akuratlah sejarawan bisa memandang data tersebut sebagai bukti sejarah yang sangat berharga untuk ditelaah secara serius.
b.      Interpretasi
Tahap keempat adalah interpretasi atau penafsiran sejarah penulisan. Menurut Daliman,  interpretasi adalah. Dalam tahap ini dilakukan analisis berdasarkan data-data yang diperoleh yang akhirnya dihasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penulisan yang utuh disebut dengan historiografi.[7] Setelah penulis mengkomunikasikan hasil penelitiannya maka disebut tulisan atau karyai sejarah. Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang  ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunakan.
c.       Historiografi
Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain dapat disatukan sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis dalam bentuk narasi kronologis.[8]
Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.
H.    SISTEMATIKA PENULISAN
            Sistematika ini disusun sebagai penjabaran dari daftar isi atau outline. Dalam Bab I, peneliti akan menceritakan dan menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Ruang Lingkup Penelitian, Tinjauan Pustaka,  Kerangka Konseptual dan Pendekatan, Metode  Penelitian, Sistematika Penulisan, itu semua merupakan proposal yang berisi gambaran dan penjabaran secara singkat tentang penelitian yang akan peneliti lakukan.
            Dalam Bab II peneliti akan memaparkan Indonesia Dalam Keanggotaan PBB 1950-1965 meliputi Sejarah PBB, Peran Indonesia Dalam Keanggotaan PBB.
Dalam Bab III peneliti akan memaparkan tentang Keluarnya Indonesia Dari Keanggotaan PBB meliputi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin, Penyebab Keluarnya Indonesia Dalam Keanggotaan PBB, Dampak Keluarnya Dalam Keanggotaan PBB.
Bab IV  memuat berisi penutup yang meliputi kesimpulan dari hasil penelitian, serta saran-saran. Dalam bab ini disimpulkan hasil pembahasan untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada serta memberikan saran saran dengan tetap bertitik tolak pada kesimpulan. Terakhir kami sertakan lampiran-lampiran sebagai bukti gambaran proses penilitian.
BAB II 
INDONESIA DALAM KEANGGOTAAN PBB 1950-1965
A.    Sejarah PBB
Terbentuknya PBB pada 24 Oktober 1945 tentu saja memberikan ekspektasi yang luar biasa terhadap masyarakat dunia mengingat carut marutnya kondisi internasional pada masa perang dan setelah perang yang telah menimbulkan banyak sekali chaos dalam segala aspek kehidupan, mulai dari krisis ekonomi, krisis social dan politik. Terlebih lagi adanya dua kekuatan besar antara Sekutu dan Soviet yang mengakibatkan perang dunia bisa saja terjadi kapan pun. Dengan adanya PBB maka penjajahan terhadap negara dan invansi terhadap negara lain akan dapat terkurangi bahkan hilang sama sekali, sehingga akan tercipta stabilitas internasional dan perdamaian.
Presiden Amerika serikat semasa perang Dunia II, Franklin Delano Rooselvelt, FDR, 1882-1945, dan Perdana Menteri Inggris, Winston Churlchill, 1874-1965 dalam suatu pertemuan di lautan Atlantik pada tahun 1941, merumuskan suatu azas pendirian yang bersifat sangat umum mengenai tujuan politik sesudah perang. Perumusan itu disebutkan Piagam Atlantik  (Atlantic Charter) dan diantara isinya yang terpenting ialah :
a.       Pencegahan aneksasi (Negara yang menang mengambil sebagian dari daerah Negara yang kalah, lalu memasukkannya kedalam wilayahnya. Maka di Negara yang kalah itu akan timbul rasa dendam, hasrat menuntut bebas dan merebut kembali daerah yang terpaksa dilepaskan itu, pendek kata ditempuhlah politik revanche. Maka aneksasi itu merupakan benih buat perang baru sebab itu perlu)
b.      Right of selfdetermination (hak untuk menentukan nasib sendiri)
c.       Freedom from fear, kebebasan dari kekuatan (terhadap si pemenang kuasa dalam semua bentuk, seperti di bidang Angkatan Bersenjata, kejaksaan, kehakiman, dan lain-lain)
d.      Freedom for want, kebebasan dari kemiskinan, harus diusahakan, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta, untuk semua lapisan masyarakat hidup yang layak, sandang pangan yang cukup serta perumahan yang pantas, perbaikan syarat-syarat kerja serta nasib dan kedudukan kaum buruh.
e.       Penolakan dan pencegahan jalan kekerasan untuk menyelaraskan pertikaian internasional.
Atlantik Charter itu kemudian ditandatangani juga oleh Negara-negara lain yang turut serta melawan, akhirnya mengalahkan Jerman, Italia, dan Jepang.[9]
Pada tahun 1942 negara-negara sekutu yang berjumlah 26 menandatangani suatu pernyataan yang mengandung janji untuk mengusahakan perdamaian dunia yang adil dan kekal sehabis perang (united nation declaration). Makin dirasakan perlunya suatu badan kerjasama internasional buat menjamin perdamaian itu. Lalu Negara-negara besar memusyawarahkan hal itu dalam suatu konferensi di Dumbarton Oaks, Washington D.C. (1944). Persetujuan tercapai. Disusunlah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Charter) yang pada tahun 1945 ditandatangani dalam suatu upacara khidmat di San Francisco. Piagam itu mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945 setelah diratifikasi oleh Amerika Serikat, China, Inggris, Perancis dan Uni Soviet serta mayoritas Negara-negara pendirinya. Hari 24 Oktober dirayakan tiap tahun sebagai hari PBB.[10]
Sidang-sidang pertama PBB diselenggarakan di London pada tahun 1946. Bendera PBB diterima dan ditetapkan oleh siding Umum (general Assembly) tahun 1947. Akhirnya selesailah di bangun mrkas besar yang megah di New York City (tanah seluas 18 acre di hadiahkan oleh jutawan John D. Rocker Fleller Jr, tanah tambahan dari New York City, sumbangan-sumbangan khusus dari Negara-negara anggota buat mengisi dan mengindahkan interiornya merupakan daerah atau territoir sendiri lepas dari Amerika Serikat dengan tata hukum, siaran radio dari polisi sendiri, sehingga mulai dengan General Assembly  tahun 1952 sidang-sidang PBB di selenggarakan di gedung tersebut. Gedung mewah bertingkat itu di bangun dengan hipotik. Pelunasan hipotik itu, pembayaran angsuran terakhir, dilaksankan pada tahun 1982. Republik Indonesia diterima menjadi angota ke-60 pada tanggal 26 September 1950. Jumlah anggota PBB pada tahun 1986: 159. Negara pendiri berjumlah 51. Jadi dalam 41 tahun tambah dengan 108. Kebanyakan bekas daerah jajahan atau daerah perwakilan di benua Asia dan Afrika. Sudah barang tentu, bahwa kerjasama antara 51 negara mesti berbeda dari kerjasama antara 159 negara. Ada beberapa Negara yang jumlah penduduknya kurang dari satu juta. Timbul berbagai problem perlu tidaknya Piagam PBB itu disusun baru, hak veto, kedudukan Negara kecil, pimpinan tunggal atau kolektif di Sekretariat PBB, anggaran belanja yang meningkat, dan sebaginya. Bermunculan masalh-masalah rumit dan pelik yang mesti dihadapinya dan dipecahkannya. Peta dunia dan umat manusia pada tahun 1986 sudah lain dari yang pada tahun 1945 namun tujuan pokok PBB itu tetap :
-          Menyelamatkan umat manusia dari kehancuran yang diakibatkan oleh perang
-          Menandaskan kepercayaan atas hak-hak asasi manusia dan warga serta langkah-langkah untuk menegakkannya
-          Mengusahakan dan menegakkan keadilan
-          Mendorong penjunjungan tinggi hukum internasional
-          Membantu usaha-usaha memajukan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup manusia di seluruh dunia[11]





B.     Peran Indonesia Dalam Keanggotaan PBB
Indonesia stelah beberapa tahun merdeka masih diwarnai dengan revolusi fisik yang mengakibatkan Negara baru tidak dapat ambil bagian dalam misi perdamaian internasional. Perhatian bangsa Indonesia masih tertuju pada mempertahankan kemerdekaan. [12]
Berbicara soal  peran Indonesia dalam kancah internasional tidak lepas dari kebijakan politik luar negeri Indonesia. Diantara kebijakan tersebut adalah:
1.      Politik luar negeri diabdikan untuk kepentingan nasional dan khususnya untuk pembangunan.
2.      Memurnikan kembali politik luar negeri yang bebas aktif tapi anti imperialism dan kolonialisme dalam segala bidang.
3.      Turut ambil bagian dalam usaha-usaha ketertiban dunia, khususnya di wilayah  asia tenggara,  tanpa mengurangi kemampuan kita untuk melaksanakan pembangunan nasional.[13]
Sebenarnya sejak awal kemerdekaan Indonesia pun sudah dengan tegas menyatakan tekatnya untuk memperjuangkan permaian dunia, seperti termaktub dalam pembukaan UUD 45  alinea pertama ”Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penajajahan diatas dunia harus di hapuskan  karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa Indonesia sangat anti terhadap kolonialisme dan imperialisme.
   Dalam keanggotaan PBB, Indonesia berada dalam komite Khusus tentang situasi denagn hubungan implementasi deklarasi untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa dan negeri yang terjajah.
Sikap Indonesia dalam menjadi sposnsor resolusi PBB No. 2878 (XXVI) 20 Desember 1971 tentang tindakan tepat sehubungan dengan perkembangan wilayah penjajahan yang dapat  mengancam perdamaian dan keamanan dan juga resolusi PBB No. 2909 (XXVII) tanggal 20 November 1972 tentang dekolonisasi serta resolusi PBB No. 2918 (XXVIII)  tangggal 14 November 1972 tentang perang kolonial Portugal. Resolusi PBB No. 2865 (XXVI) tanggal 30 Desembe 1971 tentang papua dan wilayah perwalian New Guenia.[14]
            Partisipasi Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia, juga terlihat pada sekitar tahun 1965 indonesia mengirimkan Pasukan Garuda I yang tergabung United Nation Emergency Forces (UNEF)  dalam misi perdamaian timur tengah. Misi garuda II dan III untuk menyelesaikan konflik Kongo pada tahun 1960-1961.[15]

BAB III
KELUARNYA INDONESIA DARI KEANGGOTAAN PBB
A.    Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin
Politik Luar Negeri Pemerintahan Sukarno adalah katanya politik bebas aktif  “Bebas”, katanya neutral, tidak memihak sesuatu pihak, tidak memihak Barat tidak memihak Timur, sedangkan “aktif” berarti menjalankan setiap usaha untuk mengimbangi kekuatan Barat dan Timur dengan membentuk kekuatan ketiga.
Akan tetapi, dalam kenyataan bebas itu memperlihatkan suatu kecenderungan memihak kepada Timur. Dalam perjalanan Presiden Sukarno keluar Negeri maka yang nampak usaha-usaha dalam mengadakan hubungan persahabatan atau hubungan dagang, adalah dengan Negara-negara Blok Timur, yaitu dengan Uni Soviet  dengan Republik Rakyat tiongkok dan lain-lain Negara Blok Timur ataupun dengan Negara-negara yang menaruh simpasi terhadap Komunisme.
Kita masih ingat betapa meriahnya dan mesranya Presiden diterima di Negara Uni Soviet, Republikj Tiongklok dan lain-lain Negara-negara Komunis. Pun masih kita ingat betapa mesranya penerimaan Presiden Sukarno terhadap Krustchoff, Molotov, Chen Yie, Ho Chi Mien, Sekou Toured an lain-lain Kepala Negara Blok Timur.
Dalam usaha membentuk Blok ketiga, dapat dicatat Konferensi Bandung. Sajang adanya desas-desus tentang apa yang disebut-sebut Hospitality Comite, membawa pula kekecewaan bagi Rakyat Indonesia.
Presiden Sukarno menganggap dirinya sebagai salah satu daripada pemimpin-pemimpin besar di dunia bukan saja pemimpin bangsa Indonesia, akan tetapi juga  pemimpin umat manusia di dunia ini. Ia bercita-cita menciptakan keamanan kekal abadi bagi seluruh dunia. Ia menganggap dirinya sebagai  suatu “vredesapostel” yang akan membawa kebahagian bagi umat manusia. Harus diakui bahwa negeri iuran memandangnya sebagai suatu tenaga penting bagi ussaha perdamaian dan sebagai penghargaan atas jasa-jasanya dalam bidang usaha perdamaian dunia, baru-baru ini ia telah dianugrahi bintang stalin. Saying, penghargaan ini berasal dari pihak komunis, sehingga menimbulkan pula kesangsian-kesangsian terhadap prestasinya yang sebenarnya dalam bidang ini.
Menteri Luar Negri, “Pembantu Presiden Sukarno”, pada tanggal 6 Desember 1960 telah mengadakan suatu wawancara dimana ia menegaskan, bahwa Presiden Sukarno mungkin sekali akan ikut serta dalam delegasi Indonesia ke Sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan diadakan dalam bulan September 1960 di New York. Dalam sidang tersebut Presiden Sukarno, menurut Menteri Luar Negeri kita itu, akan mengucapkankan suatu pidato yang akan mengutarakan visinya tentang perdamaian dunia. “Presiden Sukarno”, kata Menteri Luar Negeri”, mempunyai ide tertentu tentang cara-cara pelarangan penggunaan senjata nuklir dan cara bagaimana perdamaian Dunia dapat dicapai. Ide presiden Sukarno adalah Orisinil, mungkin dapat bermanfaat dan menjadi dasar daripada suatu perdamaian dunia yang kekal abadi“. Demikian kurang lebih ulasa Menteri Luar Negeri itu dalam wawancaraanya dengan pers di Jakarta.[16]
Gambaran yang diberikan diatas tentang pribadi Presiden Sukarno oleh salah satu dari pada pengikut dan pembantunya yang setia, mengesankan Presiden Sukarno sebagai suatu pribadi yang bercita-cita menegakkan perdamaian diantara umat manusia diseluruh dunia ini.
Sebagaimana yang dalam banyak hal-hal lain ucapan berlainan dengan kenyataan, maka juga dalam hal ini keadaan adalah  sedemikian.
Kiranya adalah jauh lebih tepat bahwa bilamana Presiden Sukarno ingin sungguh-sungguh memainkan peranan “pencipta damai” bagi seluruh umat manusia, terlebih dahulu usaha-usaha damai itu ditunjukkan kearah perdamaian dan keamanan dalam lingkungan yang terbatas; yaitu dalam lingkungan Negeri sendiri. Terhadap kekacauan-kekacaun yang telah berpuluh tahun lamanya berlangsung di Indonesi, ini mengambil sikap acuh tak acuh; ia rupanya menganggap kekacauan-kekacauan dalam Negeri suatu hal yang enteng. Malahan pada dirinya terdapat keinginan besar untuk “membasmi penghianatan-penghianatan Negara itu dengan secara apa sekalipun, tanpa kompromis”.
Rencana perkunjungan sidang PBB di New York ini telah di gembar gemborkan. Mungkin guna menghindarkan suatu tuduhan kelak, bahwa ia hanya mengejar-ngejar kesenangan di luar Negeri dengan menghambur-hamburkan uang Negara, maka di mobilisirlah rakyat diseluruh tanah air untuk memberikan dukungan terhadap rencana perjalananya itu. Sehingga dapatlah dilihat kesibukan-kesibukan luar biasa. Dijakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Pontianak, Makasar dan lain-lain tempat diadakanlah rapat-rapat raksasa. Dan mengalirlah resolusi-resolusi dukungan atas perjalanan yang hendak diadakanya itu. Satu anjuran yaitu daripada Staf Peperti Jakarta, mengandung suatu keistimewaan dimana anjuran itu menyerupai pula suatu harapan agar anggota-anggota rombongan Presiden ke sidang PBB menghindarkan foya-foya, supaya dengan demikian tidak hilang sifat kesungguhan daripada do’a restu yang telah mereka berikan. Keistimewaan mana mengakibatkan pula lahirnya ucapan “Sungguh tepat harapan itu”.[17]

B.     Penyebab Keluarnya Indonesia Dalam Keanggotaan PBB
            Dalam pidatonya pada tanggal 31 Desember 1946, Bung karno menyatakan ketidaksetujuannya atas pencalonan Malaysia. Pernyataan Presiden Sukarno ini disertai ancaman akan out dari member PBB seandainya PBB menerima malaysia menjadi member tidak tetap Dewan keamanan PBB. Pada hari yang sama, kepala perutusan tetap Republik Indonesia untuk PBB menyampaikan isi pidato presiden Republik Indonesia kepada sekretaris jenderal PBB U Thant. Berikut isi pidato Bung karno tersebut:
            “Agar para anggota PBB tidak mendukung masuknya malaysia ke dalam PBB; Agar anggota-anggota PBB lebih memilih tetap tinggalnya Indonesia dalam PBB daripada mendukung masuknya malaysia kedalam Dewan Keamanan PBB; Memperingatkan PBB bahwa Indonesia bersungguh-sungguh akan melaksanakan Niatnya.”
            Pada kenyataanya, Indonesia tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Seminggu setelah keluar ancaman Indonesia, Malaysia terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan keamanan PBB. Dalam menyikapi kenyataan ini, pada rapat umum Anti pangkalan Militer Asing di Jakarta, Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno atau Bung karno menyatakan Indonesia keluar dari Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) sejak tanggal 7 januari 1965.
            Peristiwa keluarnya Indonesia dari PBB merupakan puncak keterkucilan Indonesia dari pergaulan internasional yang didominasi Amerika Serikat, tapi keluarnya Indonesia dari PBB juga sekali lagi menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia tidak mau dipandang sebelah mata atau dilecehkan eksistensinya sebagai negara yang berdaulat dan momen ini juga sebagai tanda kebesaran kharisma pemimpin Indonesia yang pernah lahir dibumi pertiwi ini, Bung karno sang Putra fajar.
Berikut adalah beberapa alasan  kenapa Indonesia keluar dari PBB :
            Pertama, adalah soal Malaysia yang menjadi DK PBB yang menurut Soekarno itu hanya modus penjajahan model baru yang akan mengancam kedaultan  Indonesia.
            Kedua, soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.[18]
            Ke tiga, PBB Mengesampingkan China. PBB dianggap 'keblinger' saat menolak perwakilan dari China. Sementara di Dewan Keamanan, ada Taiwan yang tidak diakui oleh Indonesia. Hal ini menurut Bung Karno akan melemahkan PBB saat berunding karena telah mengesampingkan negara yang besar dalam jumlah penduduk.[19]
            Ke empat,  Tidak Adanya Pembagian Yang Adil Dalam lembaga-lembaganya, PBB dianggap tidak adil karena selalu mengedepankan orang dari negara barat di posisi penting. Seperti contohnya, Badan Bantuan Teknik PBB yang dipimpin orang Inggris, lalu Badan Dana Khusus yang dipimpin orang Amerika, sampai dalam persengketaan Asia seperti pembentukan Malaysia ketuanya berasal dari Amerika.[20]

C.    Dampak Keluarnya Dalam Keanggotaan PBB
Pernyataan Soekarno atas keluarnya Indonesia dari PBB merupakan pernyataan sikap yang tegas bahwa Indonesia sangata menentang atas Neokolonialisme yang sedang terjadi pada masa itu yaitu dengan membuat Negara boneka Malaysia yang menurut Soekarno bisa mengancam kedaulatan Indonesia.
Pernyataan keluarnya Indonesia dari PBB tentu saja memberi pengaruh terhadap kondisi Indonesia sendiri. Pengaruh yang timbul ada sisi positif dan negatif nya. Berikut adalah dampak positif  dan negatif dari keluarnya Indonesia dari PBB.   
1.            Dampak Positif
Pada surat kabar yang terbit di Jakarta pada tanggal 13 Januari 1965 secara tegas Wakil Perdana Mentri I Dr. Soebandrio menegaskan bahwa tidak akan terjadi perubahan terhadap kondisi politik luar negeri bebas aktif  Indonesia setelah Indonesia keluar dari PBB. Keluarnya Indonesia dari PBB menurut Soebandrio justru akan memperkuat barisan rakyat progresif-revolusioner. Meskipun Sobandrio sendiri juga menyadari akan ada hambatan-hambatan yang muncul, namun jika dibandingkan dengan  manfaat yang di timbulkan hambatan tersebut  merupakan hal yang tidak ada artinya.[21] 
                        Keadaan ekonomi dalam negeri tidak akan terpengaruh artinya masih tetap stabil bahkan akan mengalami peningkatan. Indonesia akan memperkuat sumberdaya perkebunan. Dalam sebuah artikel di Koran tersebut yang melansir berita dari ANTARA[22] menyebutkan bahwa Soekarno telah mengadakan pertemuan dengan tiga menterinya, yaitu dengan Menteri Urusan Bank Sentral, Jusuf Muda, menteri Perdagangan Adam Malik dan Menteri perkebunan Franz Seda. Pertemuan tersebut membahas tentang penguatan ekonomi Indonesia yang salah satunya dengan memulai usaha penguatan potensi perkebunan yang dimiliki Indonesia dengan di dirikannya PT  Usaha Perkebunan.[23]
                        Keluarnya Indonsia dari PBB tentu merupakan suatu  langkah nyata untuk menyatakan diri sebagai bangsa yang benar-benar anti terhadap bentuk kolonialisme seperti apapun. Soekarno telah benar-benar paham terhadap modus penjajahan model baru yang sedang dilaksanakan oleh Inggris melalui pembetukan Negara boneka Malaysia.
2.            Dampak Negatif
Mengancam keamanan di Asia Tenggara umumnya dan Indonesia Khususnya,  karena memanasnya hubungan antara Indonesia dan Malaysia, yang hampir mengakibatkan perang kembali terjadi. Bahkan inggris telah mengirimkan bala bantuan militer ke Malaysia yang tentu saja akan semakin mengancam keamanan rakyat Indonesia. [24]
Wakil Perdana Menteri I Dr. Soebandrio menyatakan dalam surat kabar sebuah surat kabar di Jakarta yang terbit tanggal 12 Januari 1965 yang artinya  hari setelah pernyataan resmi keluarnya Indonesia dari PBB,  agar seluuh rakyat Indonesia agar senantiasa waspada dengan mempertinggi ketahanan nasional di segala bidang  karena kita secara langsung mengahadapi imperialism internasional yang telah menjadikan revolusi Indonesia sebagai sasaran utama. Soebandrio menambahkan bahwa tahun 1965 adalah tahun gawat bagi kita, karena imperialis telah menodongkan semua kekuatannya kepada Negara-negara yang sedang berkembang dan baru merdeka, terutama pada revolusi Indonesia.[25]
Sejak keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan internasional. Kenyamanan dan kebersamaan hidup dengan bangsa lain tidak dapat dirasakan lagi. Begitu pula pembangunan negara menjadi terhambat sehingga berakibat pada kesengsaraan rakyat. Menyadari adanya kerugian itu, maka pemerintah Orde Baru memutuskan untuk masuk kembali menjadi anggota PBB. Pada 28 September 1966 Indonesia kembali aktif di PBB. Indonesia tetap diterima kembali sebagai anggota PBB yang ke-60. Tindakan Indonesia ini mendapat dukungan dari Aljazair, Filipina, Jepang, Mesir, Pakistan, dan Thailand.[26]


DAFTAR PUSTAKA
Koran yang terbit di Jakarta pada 12 Januari 1965


Artikel dalam Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965

Koran yang terbit di Jakarta pada 4 Januari 1965

Artikel dalam Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965



Anwar Rosihan..Sukarno, Tentara, PKI.Jakarta. 2006: Obor Indonesia

Amin, Indonesia Di Bawah Rezim “Demokrasi Terpimpin”, Bulan Bintang, Jakarta, 1967.

Di kutip dari jurnal Harry Purwanto. PERANAN INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip tulisan Lukito Santoso. 1986:90-91

Di kutip dari jurnal Harry Purwanto. PERANAN INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip tulisan Lukito Santoso. 1986:100

Harry Purwanto. PERANAN INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA. Jurnal Mimbar Hukum 1990.

M. Hutauruk, kenalilah PBB, penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987.

Prof. A. Daliman, M.Pd. Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak,2012).

Paul Veyne, Writing History, Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina moore-rinvolucri, (Middletown,connect: Wesleyan Univercity Press, 1984).

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012).

Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: Buku Seru. 2014).

Philippe Carrard, Poetics The New History (Frenchhistorical Discourse From BraudelTto Chartier, Baltimore And London: The Johns Hopkins University Press, ,1992).

William Lucey, history : method and interpretation, garland publishing,inc, new York and London, 1984.




[1] M. Hutauruk, kenalilah PBB, penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987. Hlm. 5
[2] M. Hutauruk, kenalilah PBB, penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987. Hlm.7
[3] Philippe Carrard, Poetics The New History (Frenchhistorical Discourse From BraudelTto Chartier, Baltimore And London: The Johns Hopkins University Press, ,1992). Hal. 2-4
[4] William Lucey, history : method and interpretation, garland publishing,inc, new York and London, 1984. Hal.27-43.

[5]  Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012). Hal. 104.
[6]  Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: Buku Seru. 2014). Hal. 176.
[7]  Prof. A. Daliman, M.Pd. Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak,2012). Hal. 81.
[8]  Paul Veyne, Writing History, Essay on Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina moore-rinvolucri, (Middletown,connect: Wesleyan Univercity Press, 1984). Hal. 121.
[9] M. Hutauruk, kenalilah PBB, penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987. Hlm.5-6
[10] Ibid
[11]  Ibid. Hlm.
[12] Harry Purwanto. PERANAN INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA. Jurnal Mimbar Hukum 1990. Hlm.102-103





[13] Harry Purwanto. PERANAN INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA. Jurnal Mimbar Hukum 1990. Hlm.110-111
[14] Di kutip dari jurnal Harry Purwanto. PERANAN INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip tulisan Lukito Santoso. 1986:90-91
[15] Di kutip dari jurnal Harry Purwanto. PERANAN INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip tulisan Lukito Santoso. 1986:100
[16] Amin, Indonesia Di Bawah Rezim “Demokrasi Terpimpin”, Bulan Bintang, Jakarta, 1967. Hal 168-169.
[17]  Amin, Indonesia Di Bawah Rezim “Demokrasi Terpimpin”, Bulan Bintang, Jakarta, 1967. Hal 169-171.

[18] http://pkndisma.blogspot.co.id/2013/12/tahun-1965-indonesia-keluar-dari-pbb.
[19] http://www.kaskus.co.id/-alasan-yang-mendorong-keputusan-indonesia-keluar-dari-pbb
[20] Anwar Rosihan..Sukarno, Tentara, PKI.Jakarta. 2006: Obor Indonesia
[21] Artikel dalam Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965
[22] Kantor Berita Republik Indonesia
[23] Artikel dalam Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965
[24] Koran yang terbit di Jakarta pada 4 Januari 1965
[25] Koran yang terbit di Jakarta pada 12 Januari 1965
[26] http://klikbelajar.com/pengetahuan-sosial/indonesia-kembali-menjadi-anggota-pbb/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Prakerin Peksos

Review Pemberontakan Petani Banten tahun 1888

INSTRUMEN WAWANCARA (ASESSMENT)