Laporan KKL Jakarta
TUGAS KUNJUNGAN KERJA LAPANGAN (KKL)
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
IAIN SALATIGA
Jakarta-Bandung, July 2016
Faizin M. Noer//Ingkan Dhika Pt// Qosim Mg//Tiara Sf
BAB I
PENDAHULUAN
KELUARNYA INDONESIA DARI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
TAHUN 1965
A.
LATAR
BELAKANG
Semangat
imperialisme dan kolonialisme bangsa-bangsa barat memicu terjadinya perang
antar negara di dunia yang kemudian kita sebut sebagai Perang Dunia. Perang
Dunia yang terjadi mengakibatkan carut marutnya kondisi internasional. Chaos
terjadi di hampir setiap negara yang berperang, inflasi, kemiskinan dan
berbagai masalah sosial yang lain.
Menyadari
hal ini presiden Amerika Serikat Woordrow Wilson menggagas perundingan dan
hasilnya di bentuklah Liga Bangsa-bangsa tahun 1919 di Jenewa, namun
ternyata Liga Bangsa-bangsa tidak mampu
mencegah terjadinya perang lagi. Tahun 1913 Jepang melakukan agresi terhadap
Tiongkok, italia di bawah pimpinan Fasis Benito Mussolini melakukan agresi
terhadap Abisena tahun 1939 dan agresi Jerman di bawah pimpinan Nazi Adolf
Hitler terhadap Austria, Cekoslovakia dan Polandia tahun 1931 kembali memicu
perang besar di Eropa dan mengakibatkan meletusnya Perang Dunia II. [1]
Pada 24 Oktober 1945 di bentuklah
United Nation atau Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sebagai upaya untuk menjaga
perdamaian dunia. Indonesia baru bergabung dengan PBB tahun 1950, lima tahun
setelah kemerdekaan negara Republik Indonesia sekaligus menetapkan Indonesia menjadi
anggotake 60 PBB. Dengan bergabungnya indonesia dalam PBB semakin mempertegas
eksistensi indonesia dalam turut menjaga perdamaian dunia.[2]
Dalam
pandangan Presiden Soekarno ternyata PBB telah banyak melakukan pelanggaran
terhadap tujuan-tujuan semula PBB dibentuk, Sokarno mengatakan dalam pidatonya
yang berjudul “Membangun Dunia Kembali” tahun 1960 bahwasanya PBB tidak
represenetatif bahkan PBB telah telah terang-terangan membela Imperialisme.
Kemarahan Soekarno ini di dasari atas kemauan PBB untuk memasukkan Malaysia
kedalam Dewan Keamanan PBB. Menurut Soekarno itu akan mencemari revolusi
Republik Indonesia. Indonesia sejak awal terbentuknya malaysia sudah tidak mau
mengakui adanya malaysia karena malaysia adalah negara boneka inggris, apalagi
malaysia akan dijadikan sebagai anggota Dewan Keamanan PBB malah semakin memicu
soekarno semakin tidak puas terhadap PBB dan mengancam akan keluar dari PBB
jika itu terjadi.
B.
RUMUSAN
MASALAH
a.
Mengapa
Indonesia keluar dari keanggotan PBB?
b.
Bagaimana
dampak keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
a.
Untuk
mengetahui alasan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB
b.
Untuk
mengetahui dampak keluarnya Indonesia dari PBB
D.
RUANG
LINGKUP PENELITIAN
Untuk
membatasi penelitian ini, peneliti merasa perlu untuk membuat batasan dan ruang
lingkup penelitian. Dibuatnya batasan dan ruang lingkup ini supaya peneliti
tetap fokus dalam melakukan penelitiannya dan tidak melebar dari apa yang telah
ditentukan oleh tema penelitian. Peneliti membatasi penelitian ini, secara
temporal pada tahun sekitar tahun 1950-1965 karena pada tahun tersebut terejadi
banyak hal yang memicu disintegrasi Indonesia dalam kancah internasional bahkan
pada tahun itu Indonesia secara resmi menyatakan keluar dari keanggotaan PBB.
E.
TINJAUAN
PUSTAKA
Dalam
tinjauan pustaka ini kami akan menghadirkan beberapa pustaka yang telah lebih
dahulu pernah ditulis oleh seseorang dalam beberapa tulisannya, yang pertama
yaitu tentang sejarah PBB yang ditulis oleh M. Hutauruk dalam bukunya Kenalilah
PBB tahun 1987 lalu tentang kondisi
sosial Indonesia pada masa itu kami mengambil sumber dari Koran-koran nasional
lalu transkrip pidato soekarno tentang penolakannya terhadap Malaysia menjadi
Dewan Keamanan PBB tahun 1964 serta situs di internet yang tentu saja memiliki
kridibilitas.
F.
KERANGKA
KONSEPTUAL DAN PENDEKATAN
Dalam
perkembangan metodologi sejarah, peneliti harus berusaha untuk saling
mendekatkan antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial, maka ketika akan
menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena masa lampau, peneliti menggunakan
konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial yang relevan dengan pokok kajian.
Oleh karena itu, tulisan ini melakukan pendekatan teori konflik Ralf Dahrendorf menarik perhatian para ahli sosiologi Amerika
Serikat sejak diterbitkannya buku “Class and Class Conflict in Industrial
Society”, pada tahun 1959. Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap
masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta
konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan
kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Tetapi ada Segi-segi pemikiran
filosofis Marx tentang teori konflik mberpusat pada usaha untuk membuka kedok
sistem nilai masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai ideologi
yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa. Melalui teori
konflik ini digunakan untuk mengetahui adanya konflik
yang terjadi pada peristiwa keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
G.
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian sejarah tidak bisa lepas
dari definisi sejarah secara umum, yaitu bahwa sejarah merupakan
gambaran pengalaman manusia pada masa lalu. Adapun tujuan seorang sejarawan
adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang masa lampau kemudian menyajikannya.
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yaitu
penyelidikan yang mengklasifikasikan metode pemecahan masalah ilmiah dari
perspektif historis suatu masalah.
Proses awal yang dilalui oleh sejarawan untuk menulis
sejarah dengan menentukan tema sesuai dengan minat dan keyakinan peneliti. Hal
ini diharapkan dapat memacu semangat peneliti untuk meneliti secara
sungguh-sungguh, jika dikerjakan dengan sungguh-sungguh maka akan mendapatkan
hasil yang lebih baik.
Metode penelitian sejarah dalam penulisan proposal ini di
bagi menjadi 4 langkah yaitu sebagai berikut:
a. Heuristik
Tahap pertama adalah heuristik atau pengumpulan sumber.
Heuristik adalah sebuah kegiatan mencari sumber-sumber atau mendapatkan
data-data, atau materi sejarah, atau evidensi sejarah.[3]
Sumber sejarah dapat berupa bukti yang ditinggalkan manusia yang menunjukan
segala aktifitasnya di masa lampau, baik berupa peninggalan-peninggalan maupun
catatan-catatan. Sumber ini dapat ditemukan di perpustakaan-perpustakaa, dari
internet, dan untuk arsip dapat diperoleh di kantor-kantor atau
instansi-instansi m tertentu dalam penulisan ini peneliti menggunakan sumber
yang berupa buku-buku dan internet. Menurut Lucey, sebuah sumber sejarah dapat
berupa suatu produk dari kegiatan-kegiatan manusia yang memuat informasi
tentang kehidupan manusia, meskipun produk ini awalnya tidak dimaksudkan untuk
memberikan informasi kepada generasi kemudian, serta dapat juga sumber itu direncanakan
untuk memberikan informasi kepada generasi selanjutnya.[4]
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan
data-data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun kajian ini yakni:
1. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dengan secara langsung ke lapangan untuk meneliti serta
mencari data-data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti, agar dapat dibahas berdasarkan informasi atau bukti data-data yang
ditemukan. Ada 2 teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data-data
dan informasi penelitian lapangan, yaitu:
-
Pengamatan
(observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan peneliti untuk
mengamati secara langsung objek yang berkaitan dengan penelitian dan
bukti-bukti sejarah keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
-
Tradisi lisan
/ Wawancara
Adalah suatu teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data
dengan mencermati penuturan-penuturan informasi yang sifatnya turun-temurun dan
dapat memberikan keterangan terhadap masalah yang akan diteliti untuk
mewujudkan fakta-fakta dalam rangka penyusunan sejarah lokal tersebut, misalnya
dengan mengadakan wawancara langsung dengan orang-orang yang mengetahui tentang
hal-hal yang berkenaan sejarah keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
-
Penelitian
Kepustakaan
Yang dimaksud penelitian kepustakaan adalah penelitian
yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian
baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan. Dalam kajian kepustakaan ini
peneliti akan mengadakan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan
informasi-informasi serta data-data yang berkaitan dengan peristiwa
sejarah tersebut.
Melalui penelitian kepustakaan ini sumber-sumber buku
yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini. sumber
kepustakaan yang akan dikaji adalah perpustakaan Daerah Boyolali Jawa Tengah, perpustakaan
Nasional Republik Indonesia berada di Jakarta, perpustakaan daerah Salatiga,
perpustakaan Lab. Sejarah IAIN Salatiga.
-
Kritik sumber / Verifikasi
Penulisan sejarah dikenal dua macam sumber yaitu sumber
primer dan sumber skunder. sumber primer adalah kesaksian dari seseorang dengan
mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indra yang lain atau dengan alat
mekanisme. Sumber kedua adalah sumber skunder, sumber skunder adalah merupakan
kesaksian dari siapapun yang bukan saksi mata, yakni dari orang yang tidak
hadir pada peristiwa yang dikisahkan. Kritik sumber merupakan verifikasi sumber
yaitu pengujian kebenaran atau ketetapan dari sumber sejarah. Kritik sumber ada
dua yaitu kritik eksteren dan kritik intern untuk menguji
kredibilitas sumber.
-
Kritik eksternal
Hal ini berguna untuk menetapkan keaslian atau
auntentitas data, dilakukan kritik eksternal. Menurut Helius Sjamsuddin kritik
eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek
luar dari sumber sejarah. Apakah fakta peninggalan atau dokumen itu merupakan
yang sebenarnya, bukan palsu. Berbagai tes dapat dipergunakan untuk menguji
keaslian tersebut, misalnya untuk menetapkan umum dokumen melibatkan tanda
tangan, tulisan tangan, kertas, cat, bentuk huruf, penggunaan bahasa, dan
lain-lain.[5]
-
Kritik Internal
Setelah dilakukan suatu dokumen diuji melalui kritik
eksternal, berikutnya dilakukan kritik internal. Kritik internal harua menguji
motif, keberpihakan dan keterbatasan si penulis yang mungkin melebih-lebihkan
sesuatu atau sebaliknya mengabaikan sesuatu.[6]
Walaupun dokumen itu asli, tetapi apakah mengukapkan gambaran yang benar,
Bagaimana mengenai penulis dan penciptanya, Apakah ia jujur, adil dan
benar-benar memahami faktanya, dan banyak lagi pertanyaan yang bisa muncul
seperti diatas. Sejarawan harus benar-benar yakin bahwa datanya antentik dan
akurat. Hanya jika datanya autentik dan akuratlah sejarawan bisa memandang data
tersebut sebagai bukti sejarah yang sangat berharga untuk ditelaah secara
serius.
b. Interpretasi
Tahap keempat adalah interpretasi atau penafsiran sejarah
penulisan. Menurut Daliman, interpretasi
adalah. Dalam tahap ini dilakukan analisis berdasarkan data-data yang diperoleh
yang akhirnya dihasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penulisan yang utuh
disebut dengan historiografi.[7]
Setelah penulis mengkomunikasikan hasil penelitiannya maka disebut tulisan atau
karyai sejarah. Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai
fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari
berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan
struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan
fakta yang ada, untuk menghindari suatu
penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan
akademis, interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup. Dalam
perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan
penafsiran yang digunakan.
c. Historiografi
Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses
kerja mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses
penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang sebelumnya terlepas satu sama lain
dapat disatukan sehingga menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis dalam
bentuk narasi kronologis.[8]
Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta
sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan
sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan
harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya,
tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan
struktur dan gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha
agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.
H.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Sistematika ini disusun sebagai
penjabaran dari daftar isi atau outline. Dalam Bab I, peneliti akan
menceritakan dan menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Ruang
Lingkup Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka
Konseptual dan Pendekatan, Metode
Penelitian, Sistematika Penulisan, itu semua merupakan proposal yang
berisi gambaran dan penjabaran secara singkat tentang penelitian yang akan
peneliti lakukan.
Dalam Bab II peneliti akan
memaparkan Indonesia
Dalam Keanggotaan PBB 1950-1965 meliputi Sejarah PBB, Peran Indonesia Dalam
Keanggotaan PBB.
Dalam
Bab III peneliti akan memaparkan tentang Keluarnya Indonesia Dari Keanggotaan
PBB meliputi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin, Penyebab
Keluarnya Indonesia Dalam Keanggotaan PBB, Dampak Keluarnya Dalam Keanggotaan
PBB.
Bab IV memuat berisi
penutup yang meliputi kesimpulan dari hasil penelitian, serta saran-saran.
Dalam bab ini disimpulkan hasil pembahasan untuk menjelaskan dan menjawab
permasalahan yang ada serta memberikan saran saran dengan tetap bertitik tolak
pada kesimpulan. Terakhir kami
sertakan lampiran-lampiran sebagai bukti gambaran proses penilitian.
BAB II
INDONESIA DALAM
KEANGGOTAAN PBB 1950-1965
A.
Sejarah
PBB
Terbentuknya PBB pada 24 Oktober 1945 tentu saja memberikan
ekspektasi yang luar biasa terhadap masyarakat dunia mengingat carut marutnya
kondisi internasional pada masa perang dan setelah perang yang telah
menimbulkan banyak sekali chaos dalam segala aspek kehidupan, mulai dari krisis
ekonomi, krisis social dan politik. Terlebih lagi adanya dua kekuatan besar
antara Sekutu dan Soviet yang mengakibatkan perang dunia bisa saja terjadi
kapan pun. Dengan adanya PBB maka penjajahan terhadap negara dan invansi
terhadap negara lain akan dapat terkurangi bahkan hilang sama sekali, sehingga
akan tercipta stabilitas internasional dan perdamaian.
Presiden
Amerika serikat semasa perang Dunia II, Franklin Delano Rooselvelt, FDR,
1882-1945, dan Perdana Menteri Inggris, Winston Churlchill, 1874-1965 dalam
suatu pertemuan di lautan Atlantik pada tahun 1941, merumuskan suatu azas
pendirian yang bersifat sangat umum mengenai tujuan politik sesudah perang.
Perumusan itu disebutkan Piagam Atlantik
(Atlantic Charter) dan diantara isinya yang terpenting ialah :
a.
Pencegahan
aneksasi (Negara yang menang mengambil sebagian dari daerah Negara yang kalah,
lalu memasukkannya kedalam wilayahnya. Maka di Negara yang kalah itu akan
timbul rasa dendam, hasrat menuntut bebas dan merebut kembali daerah yang
terpaksa dilepaskan itu, pendek kata ditempuhlah politik revanche. Maka
aneksasi itu merupakan benih buat perang baru sebab itu perlu)
b.
Right
of selfdetermination (hak untuk menentukan nasib sendiri)
c.
Freedom
from fear, kebebasan dari kekuatan (terhadap si pemenang kuasa dalam semua
bentuk, seperti di bidang Angkatan Bersenjata, kejaksaan, kehakiman, dan
lain-lain)
d.
Freedom
for want, kebebasan dari kemiskinan, harus diusahakan, baik oleh pemerintah
maupun oleh swasta, untuk semua lapisan masyarakat hidup yang layak, sandang
pangan yang cukup serta perumahan yang pantas, perbaikan syarat-syarat kerja
serta nasib dan kedudukan kaum buruh.
e.
Penolakan
dan pencegahan jalan kekerasan untuk menyelaraskan pertikaian internasional.
Atlantik
Charter itu kemudian ditandatangani juga oleh Negara-negara lain yang turut
serta melawan, akhirnya mengalahkan Jerman, Italia, dan Jepang.[9]
Pada
tahun 1942 negara-negara sekutu yang berjumlah 26 menandatangani suatu
pernyataan yang mengandung janji untuk mengusahakan perdamaian dunia yang adil
dan kekal sehabis perang (united nation declaration). Makin dirasakan perlunya
suatu badan kerjasama internasional buat menjamin perdamaian itu. Lalu
Negara-negara besar memusyawarahkan hal itu dalam suatu konferensi di Dumbarton
Oaks, Washington D.C. (1944). Persetujuan tercapai. Disusunlah Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Charter) yang pada tahun 1945
ditandatangani dalam suatu upacara khidmat di San Francisco. Piagam itu mulai
berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945 setelah diratifikasi oleh Amerika Serikat,
China, Inggris, Perancis dan Uni Soviet serta mayoritas Negara-negara
pendirinya. Hari 24 Oktober dirayakan tiap tahun sebagai hari PBB.[10]
Sidang-sidang
pertama PBB diselenggarakan di London pada tahun 1946. Bendera PBB diterima dan
ditetapkan oleh siding Umum (general Assembly) tahun 1947. Akhirnya selesailah
di bangun mrkas besar yang megah di New York City (tanah seluas 18 acre di
hadiahkan oleh jutawan John D. Rocker Fleller Jr, tanah tambahan dari New York
City, sumbangan-sumbangan khusus dari Negara-negara anggota buat mengisi dan
mengindahkan interiornya merupakan daerah atau territoir sendiri lepas dari
Amerika Serikat dengan tata hukum, siaran radio dari polisi sendiri, sehingga
mulai dengan General Assembly tahun 1952
sidang-sidang PBB di selenggarakan di gedung tersebut. Gedung mewah bertingkat
itu di bangun dengan hipotik. Pelunasan hipotik itu, pembayaran angsuran
terakhir, dilaksankan pada tahun 1982. Republik Indonesia diterima menjadi
angota ke-60 pada tanggal 26 September 1950. Jumlah anggota PBB pada tahun
1986: 159. Negara pendiri berjumlah 51. Jadi dalam 41 tahun tambah dengan 108.
Kebanyakan bekas daerah jajahan atau daerah perwakilan di benua Asia dan
Afrika. Sudah barang tentu, bahwa kerjasama antara 51 negara mesti berbeda dari
kerjasama antara 159 negara. Ada beberapa Negara yang jumlah penduduknya kurang
dari satu juta. Timbul berbagai problem perlu tidaknya Piagam PBB itu disusun
baru, hak veto, kedudukan Negara kecil, pimpinan tunggal atau kolektif di
Sekretariat PBB, anggaran belanja yang meningkat, dan sebaginya. Bermunculan
masalh-masalah rumit dan pelik yang mesti dihadapinya dan dipecahkannya. Peta
dunia dan umat manusia pada tahun 1986 sudah lain dari yang pada tahun 1945
namun tujuan pokok PBB itu tetap :
-
Menyelamatkan
umat manusia dari kehancuran yang diakibatkan oleh perang
-
Menandaskan
kepercayaan atas hak-hak asasi manusia dan warga serta langkah-langkah untuk
menegakkannya
-
Mengusahakan
dan menegakkan keadilan
-
Mendorong
penjunjungan tinggi hukum internasional
-
Membantu
usaha-usaha memajukan masyarakat dan meningkatkan taraf hidup manusia di
seluruh dunia[11]
B.
Peran Indonesia Dalam Keanggotaan PBB
Indonesia
stelah beberapa tahun merdeka masih diwarnai dengan revolusi fisik yang
mengakibatkan Negara baru tidak dapat ambil bagian dalam misi perdamaian
internasional. Perhatian bangsa Indonesia masih tertuju pada mempertahankan
kemerdekaan. [12]
Berbicara
soal peran Indonesia dalam kancah
internasional tidak lepas dari kebijakan politik luar negeri Indonesia.
Diantara kebijakan tersebut adalah:
1.
Politik
luar negeri diabdikan untuk kepentingan nasional dan khususnya untuk
pembangunan.
2.
Memurnikan
kembali politik luar negeri yang bebas aktif tapi anti imperialism dan
kolonialisme dalam segala bidang.
3.
Turut
ambil bagian dalam usaha-usaha ketertiban dunia, khususnya di wilayah asia tenggara, tanpa mengurangi kemampuan kita untuk melaksanakan
pembangunan nasional.[13]
Sebenarnya
sejak awal kemerdekaan Indonesia pun sudah dengan tegas menyatakan tekatnya
untuk memperjuangkan permaian dunia, seperti termaktub dalam pembukaan UUD 45 alinea pertama ”Bahwa kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penajajahan diatas dunia harus di
hapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan”. Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa
Indonesia sangat anti terhadap kolonialisme dan imperialisme.
Dalam keanggotaan PBB, Indonesia berada
dalam komite Khusus tentang situasi denagn hubungan implementasi deklarasi
untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa dan negeri yang terjajah.
Sikap Indonesia
dalam menjadi sposnsor resolusi PBB No. 2878 (XXVI) 20 Desember 1971 tentang
tindakan tepat sehubungan dengan perkembangan wilayah penjajahan yang
dapat mengancam perdamaian dan keamanan
dan juga resolusi PBB No. 2909 (XXVII) tanggal 20 November 1972 tentang
dekolonisasi serta resolusi PBB No. 2918 (XXVIII) tangggal 14 November 1972 tentang perang kolonial
Portugal. Resolusi PBB No. 2865 (XXVI) tanggal 30 Desembe 1971 tentang papua
dan wilayah perwalian New Guenia.[14]
Partisipasi
Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia, juga terlihat pada sekitar tahun 1965
indonesia mengirimkan Pasukan Garuda I yang tergabung United Nation Emergency
Forces (UNEF) dalam misi perdamaian
timur tengah. Misi garuda II dan III untuk menyelesaikan konflik Kongo pada
tahun 1960-1961.[15]
BAB III
KELUARNYA INDONESIA DARI KEANGGOTAAN PBB
A.
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin
Politik
Luar Negeri Pemerintahan Sukarno adalah katanya politik bebas aktif “Bebas”, katanya neutral, tidak memihak
sesuatu pihak, tidak memihak Barat tidak memihak Timur, sedangkan “aktif”
berarti menjalankan setiap usaha untuk mengimbangi kekuatan Barat dan Timur
dengan membentuk kekuatan ketiga.
Akan
tetapi, dalam kenyataan bebas itu memperlihatkan suatu kecenderungan memihak
kepada Timur. Dalam perjalanan Presiden Sukarno keluar Negeri maka yang nampak
usaha-usaha dalam mengadakan hubungan persahabatan atau hubungan dagang, adalah
dengan Negara-negara Blok Timur, yaitu dengan Uni Soviet dengan Republik Rakyat tiongkok dan lain-lain
Negara Blok Timur ataupun dengan Negara-negara yang menaruh simpasi terhadap
Komunisme.
Kita
masih ingat betapa meriahnya dan mesranya Presiden diterima di Negara Uni
Soviet, Republikj Tiongklok dan lain-lain Negara-negara Komunis. Pun masih kita
ingat betapa mesranya penerimaan Presiden Sukarno terhadap Krustchoff, Molotov,
Chen Yie, Ho Chi Mien, Sekou Toured an lain-lain Kepala Negara Blok Timur.
Dalam
usaha membentuk Blok ketiga, dapat dicatat Konferensi Bandung. Sajang adanya
desas-desus tentang apa yang disebut-sebut Hospitality Comite, membawa pula
kekecewaan bagi Rakyat Indonesia.
Presiden
Sukarno menganggap dirinya sebagai salah satu daripada pemimpin-pemimpin besar
di dunia bukan saja pemimpin bangsa Indonesia, akan tetapi juga pemimpin umat manusia di dunia ini. Ia
bercita-cita menciptakan keamanan kekal abadi bagi seluruh dunia. Ia menganggap
dirinya sebagai suatu “vredesapostel”
yang akan membawa kebahagian bagi umat manusia. Harus diakui bahwa negeri iuran
memandangnya sebagai suatu tenaga penting bagi ussaha perdamaian dan sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya dalam bidang usaha perdamaian dunia, baru-baru
ini ia telah dianugrahi bintang stalin. Saying, penghargaan ini berasal dari
pihak komunis, sehingga menimbulkan pula kesangsian-kesangsian terhadap
prestasinya yang sebenarnya dalam bidang ini.
Menteri
Luar Negri, “Pembantu Presiden Sukarno”, pada tanggal 6 Desember 1960 telah
mengadakan suatu wawancara dimana ia menegaskan, bahwa Presiden Sukarno mungkin
sekali akan ikut serta dalam delegasi Indonesia ke Sidang Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang akan diadakan dalam bulan September 1960 di New York. Dalam
sidang tersebut Presiden Sukarno, menurut Menteri Luar Negeri kita itu, akan
mengucapkankan suatu pidato yang akan mengutarakan visinya tentang perdamaian
dunia. “Presiden Sukarno”, kata Menteri Luar Negeri”, mempunyai ide tertentu
tentang cara-cara pelarangan penggunaan senjata nuklir dan cara bagaimana
perdamaian Dunia dapat dicapai. Ide presiden Sukarno adalah Orisinil, mungkin
dapat bermanfaat dan menjadi dasar daripada suatu perdamaian dunia yang kekal
abadi“. Demikian kurang lebih ulasa Menteri Luar Negeri itu dalam wawancaraanya
dengan pers di Jakarta.[16]
Gambaran
yang diberikan diatas tentang pribadi Presiden Sukarno oleh salah satu dari
pada pengikut dan pembantunya yang setia, mengesankan Presiden Sukarno sebagai
suatu pribadi yang bercita-cita menegakkan perdamaian diantara umat manusia
diseluruh dunia ini.
Sebagaimana
yang dalam banyak hal-hal lain ucapan berlainan dengan kenyataan, maka juga
dalam hal ini keadaan adalah sedemikian.
Kiranya
adalah jauh lebih tepat bahwa bilamana Presiden Sukarno ingin sungguh-sungguh
memainkan peranan “pencipta damai” bagi seluruh umat manusia, terlebih dahulu
usaha-usaha damai itu ditunjukkan kearah perdamaian dan keamanan dalam
lingkungan yang terbatas; yaitu dalam lingkungan Negeri sendiri. Terhadap
kekacauan-kekacaun yang telah berpuluh tahun lamanya berlangsung di Indonesi,
ini mengambil sikap acuh tak acuh; ia rupanya menganggap kekacauan-kekacauan
dalam Negeri suatu hal yang enteng. Malahan pada dirinya terdapat keinginan
besar untuk “membasmi penghianatan-penghianatan Negara itu dengan secara apa
sekalipun, tanpa kompromis”.
Rencana
perkunjungan sidang PBB di New York ini telah di gembar gemborkan. Mungkin guna
menghindarkan suatu tuduhan kelak, bahwa ia hanya mengejar-ngejar kesenangan di
luar Negeri dengan menghambur-hamburkan uang Negara, maka di mobilisirlah
rakyat diseluruh tanah air untuk memberikan dukungan terhadap rencana
perjalananya itu. Sehingga dapatlah dilihat kesibukan-kesibukan luar biasa.
Dijakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Pontianak, Makasar dan lain-lain tempat
diadakanlah rapat-rapat raksasa. Dan mengalirlah resolusi-resolusi dukungan
atas perjalanan yang hendak diadakanya itu. Satu anjuran yaitu daripada Staf
Peperti Jakarta, mengandung suatu keistimewaan dimana anjuran itu menyerupai
pula suatu harapan agar anggota-anggota rombongan Presiden ke sidang PBB
menghindarkan foya-foya, supaya dengan demikian tidak hilang sifat kesungguhan
daripada do’a restu yang telah mereka berikan. Keistimewaan mana mengakibatkan
pula lahirnya ucapan “Sungguh tepat harapan itu”.[17]
B.
Penyebab Keluarnya Indonesia Dalam Keanggotaan PBB
Dalam pidatonya pada tanggal 31 Desember 1946, Bung karno
menyatakan ketidaksetujuannya atas pencalonan Malaysia. Pernyataan Presiden
Sukarno ini disertai ancaman akan out dari member PBB seandainya PBB menerima
malaysia menjadi member tidak tetap Dewan keamanan PBB. Pada hari yang sama, kepala perutusan tetap Republik Indonesia
untuk PBB menyampaikan isi pidato presiden Republik Indonesia kepada sekretaris
jenderal PBB U Thant. Berikut isi pidato Bung karno tersebut:
“Agar para anggota
PBB tidak mendukung masuknya malaysia ke dalam PBB; Agar anggota-anggota PBB
lebih memilih tetap tinggalnya Indonesia dalam PBB daripada mendukung masuknya
malaysia kedalam Dewan Keamanan PBB; Memperingatkan PBB bahwa Indonesia
bersungguh-sungguh akan melaksanakan Niatnya.”
Pada kenyataanya,
Indonesia tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Seminggu setelah keluar
ancaman Indonesia, Malaysia terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan keamanan
PBB. Dalam menyikapi kenyataan ini, pada rapat umum Anti pangkalan Militer
Asing di Jakarta, Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno atau Bung karno
menyatakan Indonesia keluar dari Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) sejak tanggal
7 januari 1965.
Peristiwa
keluarnya Indonesia dari PBB merupakan puncak keterkucilan Indonesia dari
pergaulan internasional yang didominasi Amerika Serikat, tapi keluarnya
Indonesia dari PBB juga sekali lagi menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia
tidak mau dipandang sebelah mata atau dilecehkan eksistensinya sebagai negara
yang berdaulat dan momen ini juga sebagai tanda kebesaran kharisma pemimpin
Indonesia yang pernah lahir dibumi pertiwi ini, Bung karno sang Putra fajar.
Berikut adalah beberapa alasan
kenapa Indonesia keluar dari PBB :
Pertama, adalah
soal Malaysia yang menjadi DK PBB yang menurut Soekarno itu hanya modus
penjajahan model baru yang akan mengancam kedaultan Indonesia.
Kedua, soal
kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang
dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang
terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara
pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di
Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan
Sovyet.[18]
Ke tiga, PBB
Mengesampingkan China. PBB dianggap 'keblinger' saat menolak perwakilan dari
China. Sementara di Dewan Keamanan, ada Taiwan yang tidak diakui oleh
Indonesia. Hal ini menurut Bung Karno akan melemahkan PBB saat berunding karena
telah mengesampingkan negara yang besar dalam jumlah penduduk.[19]
Ke empat, Tidak Adanya Pembagian Yang Adil Dalam
lembaga-lembaganya, PBB dianggap tidak adil karena selalu mengedepankan orang
dari negara barat di posisi penting. Seperti contohnya, Badan Bantuan Teknik
PBB yang dipimpin orang Inggris, lalu Badan Dana Khusus yang dipimpin orang
Amerika, sampai dalam persengketaan Asia seperti pembentukan Malaysia ketuanya
berasal dari Amerika.[20]
C.
Dampak Keluarnya Dalam Keanggotaan PBB
Pernyataan
Soekarno atas keluarnya Indonesia dari PBB merupakan pernyataan sikap yang
tegas bahwa Indonesia sangata menentang atas Neokolonialisme yang sedang
terjadi pada masa itu yaitu dengan membuat Negara boneka Malaysia yang menurut
Soekarno bisa mengancam kedaulatan Indonesia.
Pernyataan
keluarnya Indonesia dari PBB tentu saja memberi pengaruh terhadap kondisi
Indonesia sendiri. Pengaruh yang timbul ada sisi positif dan negatif nya.
Berikut adalah dampak positif dan
negatif dari keluarnya Indonesia dari PBB.
1.
Dampak
Positif
Pada surat kabar yang terbit di
Jakarta pada tanggal 13 Januari 1965 secara tegas Wakil Perdana Mentri I Dr.
Soebandrio menegaskan bahwa tidak akan terjadi perubahan terhadap kondisi
politik luar negeri bebas aktif
Indonesia setelah Indonesia keluar dari PBB. Keluarnya Indonesia dari
PBB menurut Soebandrio justru akan memperkuat barisan rakyat
progresif-revolusioner. Meskipun Sobandrio sendiri juga menyadari akan ada
hambatan-hambatan yang muncul, namun jika dibandingkan dengan manfaat yang di timbulkan hambatan tersebut merupakan hal yang tidak ada artinya.[21]
Keadaan ekonomi dalam negeri
tidak akan terpengaruh artinya masih tetap stabil bahkan akan mengalami
peningkatan. Indonesia akan memperkuat sumberdaya perkebunan. Dalam sebuah
artikel di Koran tersebut yang melansir berita dari ANTARA[22]
menyebutkan bahwa Soekarno telah mengadakan pertemuan dengan tiga menterinya,
yaitu dengan Menteri Urusan Bank Sentral, Jusuf Muda, menteri Perdagangan Adam
Malik dan Menteri perkebunan Franz Seda. Pertemuan tersebut membahas tentang
penguatan ekonomi Indonesia yang salah satunya dengan memulai usaha penguatan
potensi perkebunan yang dimiliki Indonesia dengan di dirikannya PT Usaha Perkebunan.[23]
Keluarnya Indonsia dari PBB tentu
merupakan suatu langkah nyata untuk
menyatakan diri sebagai bangsa yang benar-benar anti terhadap bentuk
kolonialisme seperti apapun. Soekarno telah benar-benar paham terhadap modus
penjajahan model baru yang sedang dilaksanakan oleh Inggris melalui pembetukan
Negara boneka Malaysia.
2.
Dampak
Negatif
Mengancam keamanan di Asia Tenggara
umumnya dan Indonesia Khususnya, karena
memanasnya hubungan antara Indonesia dan Malaysia, yang hampir mengakibatkan
perang kembali terjadi. Bahkan inggris telah mengirimkan bala bantuan militer
ke Malaysia yang tentu saja akan semakin mengancam keamanan rakyat Indonesia. [24]
Wakil Perdana Menteri I Dr.
Soebandrio menyatakan dalam surat kabar sebuah surat kabar di Jakarta yang
terbit tanggal 12 Januari 1965 yang artinya
hari setelah pernyataan resmi keluarnya Indonesia dari PBB, agar seluuh rakyat Indonesia agar senantiasa
waspada dengan mempertinggi ketahanan nasional di segala bidang karena kita secara langsung mengahadapi
imperialism internasional yang telah menjadikan revolusi Indonesia sebagai
sasaran utama. Soebandrio menambahkan bahwa tahun 1965 adalah tahun gawat bagi
kita, karena imperialis telah menodongkan semua kekuatannya kepada
Negara-negara yang sedang berkembang dan baru merdeka, terutama pada revolusi
Indonesia.[25]
Sejak keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari
pergaulan internasional. Kenyamanan dan kebersamaan hidup dengan bangsa lain
tidak dapat dirasakan lagi. Begitu pula pembangunan negara menjadi terhambat
sehingga berakibat pada kesengsaraan rakyat. Menyadari adanya kerugian itu,
maka pemerintah Orde Baru memutuskan untuk masuk kembali menjadi anggota PBB.
Pada 28 September 1966 Indonesia kembali aktif di PBB. Indonesia tetap diterima
kembali sebagai anggota PBB yang ke-60. Tindakan Indonesia ini mendapat
dukungan dari Aljazair, Filipina, Jepang, Mesir, Pakistan, dan Thailand.[26]
DAFTAR PUSTAKA
Koran
yang terbit di Jakarta pada 12 Januari 1965
Artikel
dalam Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965
Koran
yang terbit di Jakarta pada 4 Januari 1965
Artikel
dalam Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965
Anwar
Rosihan..Sukarno, Tentara, PKI.Jakarta. 2006: Obor Indonesia
Amin, Indonesia Di Bawah Rezim
“Demokrasi Terpimpin”, Bulan Bintang, Jakarta, 1967.
Di kutip dari jurnal Harry Purwanto. PERANAN
INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip
tulisan Lukito Santoso. 1986:90-91
Di kutip dari jurnal Harry Purwanto. PERANAN
INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip
tulisan Lukito Santoso. 1986:100
Harry Purwanto. PERANAN
INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA. Jurnal Mimbar Hukum 1990.
M. Hutauruk, kenalilah PBB,
penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987.
Prof.
A. Daliman, M.Pd. Metode Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ombak,2012).
Paul Veyne, Writing History, Essay on Epistemology, terj. Bhs.
Prancis ,mina moore-rinvolucri, (Middletown,connect: Wesleyan Univercity
Press, 1984).
Helius
Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2012).
Sumanto,
Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, (Yogyakarta: Buku Seru. 2014).
Philippe
Carrard, Poetics The New History (Frenchhistorical Discourse From
BraudelTto Chartier, Baltimore And London: The Johns Hopkins University Press,
,1992).
William Lucey, history : method and interpretation, garland
publishing,inc, new York and London, 1984.
[1] M. Hutauruk,
kenalilah PBB, penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987. Hlm. 5
[2] M. Hutauruk,
kenalilah PBB, penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987. Hlm.7
[3] Philippe
Carrard, Poetics The New History (Frenchhistorical Discourse From BraudelTto
Chartier, Baltimore And London: The Johns Hopkins University Press, ,1992).
Hal. 2-4
[4] William Lucey,
history : method and interpretation, garland publishing,inc, new York and
London, 1984. Hal.27-43.
[5] Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,
(Yogyakarta: Ombak, 2012). Hal. 104.
[6] Sumanto, Teori dan Aplikasi Metode
Penelitian, (Yogyakarta: Buku Seru. 2014). Hal. 176.
[7] Prof. A. Daliman, M.Pd. Metode Penelitian
Sejarah, (Yogyakarta: Ombak,2012). Hal. 81.
[8] Paul Veyne, Writing History, Essay on
Epistemology, terj. Bhs. Prancis ,mina moore-rinvolucri, (Middletown,connect:
Wesleyan Univercity Press, 1984). Hal. 121.
[9] M. Hutauruk,
kenalilah PBB, penerbit : Erlangga, Jakarta, 1987. Hlm.5-6
[10] Ibid
[11] Ibid. Hlm.
[12] Harry Purwanto. PERANAN
INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA. Jurnal Mimbar Hukum
1990.
Hlm.102-103
[13] Harry Purwanto. PERANAN
INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA. Jurnal Mimbar Hukum
1990.
Hlm.110-111
[14] Di kutip dari
jurnal Harry Purwanto. PERANAN
INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip tulisan
Lukito Santoso. 1986:90-91
[15] Di kutip dari
jurnal Harry Purwanto. PERANAN
INDONESIA DALAM RANGKA TURUT MENCIPTAKAN PERDAMAIAN DUNIA yang mengutip tulisan
Lukito Santoso. 1986:100
[16] Amin, Indonesia
Di Bawah Rezim “Demokrasi Terpimpin”, Bulan Bintang, Jakarta, 1967. Hal
168-169.
[17] Amin, Indonesia Di Bawah Rezim “Demokrasi Terpimpin”, Bulan
Bintang, Jakarta, 1967. Hal 169-171.
[18]
http://pkndisma.blogspot.co.id/2013/12/tahun-1965-indonesia-keluar-dari-pbb.
[19]
http://www.kaskus.co.id/-alasan-yang-mendorong-keputusan-indonesia-keluar-dari-pbb
[20] Anwar
Rosihan..Sukarno, Tentara, PKI.Jakarta. 2006: Obor Indonesia
[21] Artikel dalam
Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965
[22] Kantor Berita
Republik Indonesia
[23] Artikel dalam
Koran yang terbit tanggal 8 Januari tahun 1965
[24] Koran yang
terbit di Jakarta pada 4 Januari 1965
[25] Koran yang
terbit di Jakarta pada 12 Januari 1965
[26]
http://klikbelajar.com/pengetahuan-sosial/indonesia-kembali-menjadi-anggota-pbb/
Komentar
Posting Komentar